Foto: Pangky Sogemaking |
Kecamuk perang dunia II berlangsung di samudra Pasifik, laut Jawa, pesisir utara Australia hingga ke laut Flores. Di penghujung akhir 1945, Jepang mulai terpojok. Mereka digulung habis oleh pasukan sekutu dan akhirnya menyerah dan menjadi tawanan perang. Di Flores, tanda-tanda kehadiran tentara Jepang masih dapat disaksikan hingga kini.
Peninggalan tersebut tepatnya dapat kita temukan di Lato, Desa Watowara, Kecamatan Titehena. Salah satu peninggalan ini adalah alat perang tentara angkatan laut Jepang. Di pesisir pantai Lato masih dapat kita temukan meriam moncong dua. Meriam tersebut kini menjadi besi tua karena tak terawat dengan baik.
Menurut ceritera, awal mula barang bersejarah itu berada di Lato yakni ketika terjadi perang dunia kedua. Para tentara Jepang berlayar menyisir Jalur pantai Utara Flores timur untuk mencari tempat persembunyian dari serangan sekutu. Dan pada waktu kapal tentara angkatan laut tiba di wilayah pesisir pantai Lato, serangan udara dari tentara sekutu membombardir kapal perang Jepang hingga tak berdaya. Jepang terpaksa memilih untuk menepi di pantai Lato untuk berlindung.
Selama beberapa waktu lamanya tentara Jepang ini menetap di daerah pesisir pantai Lato. Mereka ada di sana hingga kemudian menyerah tanpa syarat dari serangan sekutu. Mereka keluar Flores dengan meninggalkan beberapa peralatan perang mereka di Lato. Benda sisa perang yang masih tersisa hingga kini adalah meriam.
Sayangnya, peninggalan barang bersejarah ini sepertinya tidak terurus dan dibiarkan begitu saja. Menurut penuturan khalayak ramai di Lato, ada larangan untuk memindahtempatkan benda ini.
Masyarakat dan pemerhati peninggalan sejarah kini bertanya-tanya, apakah barang bersejarah itu dibiarkan begitu saja? Apakah ditinggalkan hingga hancur dan dikubur pasir atau tanah yang berujung meninggalkan cerita tanpa bukti? (Teks: Pangky Sogemaking)
Foto: Pangky Sogemaking |